Oleh :
Dudi Akasyah
sakinah2007@gmail.com
Pulau Tidung berada di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Perjalanan saya ke Pulau Tidung sebenarnya tidak direncanakan, hanya spontanitas.
Pertimbangannya, karena jarak dari Jakarta sangat dekat “hanya” terpisah oleh laut sehingga tidak perlu persiapan. Saya belum pernah ke Kepulauan Seribu, padahal di Jakarta sudah hampir 20 tahun. Lebih sering ke Puncak meski macet lebih sering menjebak.
Hari Senin, 8 Juli 2019, Jam 07.00 (pagi) saya berangkat dari Kelapa Gading menuju Muara Angke, tepatnya ke Kali Adem. Sesampainya di Kali Adem, memesan tiket di tempat yang disediakan. Lokasi pemesanan tiket terpusat di satu tempat (terintegrasi). Tempatnya amat sederhana. Ke depannya pemerintah perlu lebih memodernisasi mengingat lokasi ini meski untuk rakyat umum, namun para turis asing pun banyak berlalu-lalang.
Saya ikut antri di loket, tujuan ke Pulau Tidung. Kenapa memilih Pulau Tidung? Sebab saya lihat pada hari itu banyak pengunjung ke arah Pulau Tidung sehingga saya “ikut-ikutan” ke Pulau Tidung. Tidak masalah, sebab in sya Allah akan saya telusuri pulau-pulau pada suatu saat nanti.
Saya naik kapal tradisional, pulangnya nanti akan naik speedboat supaya mendapat pengalaman berbeda. Di kapal tradisional, penumpang banyak, padahal hari itu senin. Karena hari liburan panjang sekolah. Diperoleh keterangan bahwa biasanya di hari-hari kerja (bukan weekend) dermaga sepi. Tak jarang kapal tradisional tidak bisa berangkat. Mereka melayani penumpang hanya saat weekend saja (Sabtu dan Minggu).
Moda transportasi menuju Pulau Tidung terdapat dua jenis, yaitu kapal tradisional (kelas ekonomi) dan speedboat (biasa disebut predator). Kapal Tradisional waktu tempuhnya 3 jam, ongkos Rp 50.000,- per orang, berangkat dari Kali Adem Muara Angke. Adapun Speedboat waktu tempuh sekitar 1 jam, ongkos Rp 150.000,- per orang berangkat dari Ancol.
Jika keberangkan dari Ancol maka kita perlu masuk dulu ke Taman Impian Jaya Ancol, kemudian menuju Dermaga 16, di sana speedboat sudah standby. Yang enak, jika sepulangnya dari P Tidung ke Ancol, jika naik speedboat maka kita tidak usah bayar karcis masuk Ancol sebab kapal akan langsung masuk Ancol.
Jika di Kali Adem sepi penumpang, kita akan diarahkan berangkatnya dari Ancol/Marina Bay naik speedboat sebagaimana tersebut di atas.
Perjalanan dari Jakarta menuju Kepulauan Seribu disuguhi dengan pemandangan laut yang permai. Sesekali berpapasan dengan kapal-kapal maupun perahu nelayan.
Perjalanan disuguhi hamparan laut yang bersih, biru sejauh mata memandang yang tak dapat ditemui di daratan. Memberi sejuta inpirasi bagi siapa saja yang mau menggali inpirasi dari karunia laut.
Beberapa saat kemudian, pandangan mata bertemu dengan pulau-pulau yang dilewati. Keindahan laut berpadu dengan panorama pulau yang membuat betah orang menatapnya berlama-lama.
Perjalanan memakan waktu sekitar 3 jam. Kami sampai ke Pulau Tidung sekitar jam 12.00 WIB (siang).
Di dermaga, terdapat ATM, tersedia juga di Kantor Kelurahan yang jaraknya sekitar 300 meter dari Dermaga. Adapun Moda Transportasi yang tersedia yaitu Bentor (modivikasi becak-motor) sejenis ojek/becak (ongkos sesuai jarak tempuh. Tersedia juga sewa sepeda (sewa Rp 15.000 per hari). Pulau ini termasuk kecil sehingga dengan menggunakan sepeda kita dapat mengelilinginya hanya dalam waktu tidak sampai satu hari. Walaupun pulau ini kecil, namun terdapat Kantor Kelurahan, Kantor Camat, Puskesmas, dan beberapa sekolah negeri sampai tingkat SLTA.
Di pulau ini tidak ada jalan aspal, hanya paving block selebar jalan gang yang hanya cukup dilewati kendaraan seukuran becak (bentor).
Bagi yang hendak camping, apabila sudah sampai ke Dermaga Pulau Tidung, maka silahkan naik bentor atau sewa sepeda menuju ke Jembatan Cinta yang menghubungkan antara Pulau Tidung Besar dengan Pulau Tidung Kecil.
Air laut sangat bening. Terlihat karang laut dan ikan-ikan berlari kian kemari. Banyak para wisatawan snorkling menikmati pemandangan di dalam laut.
Di era milenial dimana objek-objek indah tak lepas dari pengambilan gambar (foto-foto) bagi para pengunjung agar hati-hati dengan smartphone agar tidak tercebur ke laut. Sayang sekali jika hp jatuh ke dasar laut, kemudian terlihat jelas sebab air lautnya sangat bening. Mau diambil tidak bisa berenang, tidak diambil sangat sayang, apalagi smartphone terlihat berkilap-kilap di bawah bayangan air laut.
Saya sampai di P Tidung Kecil hampir jam 18.30 WIB. Sebab sebelumnya survey dulu ke beberapa tempat untuk mencari tempat camping yang kondusif.
Setelah sampai, saya meminta izin camping ke petugas jaga dengan membayar kontribusi Rp 15.000 per malam. Petugas mengarahkan peserta camping di tempat yang bagus. Menghadap ke laut, pantai yang landai, tidak jauh dari lokasi terdapat toilet, kamar mandi dan musola. Petugas jaga pun standby setiap malam sehingga kita dapat memanggilnya jika dibutuhkan.
Atas izin Allah…
Atas nikmat Allah…
Saya diberi kesempatan untuk duduk munajat, menginap di tenda yang berjarak hanya sekitar 3 meter dari bibir pantai. Sekarang jam 19.35 WIB. Di Pulau Tidung Kecil, saya tafakur di tenda ukuran 2 X 1,5 meter.
Jika malam air laut pasang, saya bersiap menjinjing tenda agar sedikit bergeser ke arah darat. Sekitar jam 20.00 WIB air laut mulai pasang. Saya pun menggeser tenda lebih ke darat beberapa meter.
Saya datang ke sini, pertama-tama niat ibadah, yaitu mentafakuri ciptaan Allah Subhanahu wa Taala, sebagaimana Firman-Nya:
“Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi” (QS. Yunus:101).
Ibnu Abbas ra berkata:
“Berfikir sesaat lebih baik daripada Qiyamullail” (Al-Adzamah, 1/297)
Allah Taala berfirman:
“Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya dan agar kamu bersyukur” (QS. An-Nahl, 16:14).
Allah Taala berfirman:
Allah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian dari karunianya, dan agar kamu bersyukur” (QS. Al-Jatsiyah, 45:12).
Kedua, bahan karya tulis yang bertema wisata bahari, menggali potensi kelautan nusantara. Ketiga, refreshing dari kegiatan rutinitas. Keempat, mencari inspirasi, muhasabah, interospeksi diri, dan melakukan konsepsi tentang ide brilian apa yang yang perlu saya lakukan dalam kehidupan ini.
Maklum pertama kali ke Pulau Tidung, ketika sampai sekitar jam 11.00 WIB (siang) saya masih keliling survey ke berbagai tempat. Alhamdulillah jam 18.30 saya menemukan tempat camping yang menurut saya cocok bagi yang mengerjakan karya tulis seperti saya, atau bagi pembaca yang suka camping di pasir putih yang bersih, landai, dan panorama laut biru yang luas, serta tidak bising dari hiruk pikuk suara manusia.
Fabi-ayyi alaa-i robbikuma tukadziban, nikmat manakah dari Tuhanmu yang kamu dustakan?
Suara gemericik ombak sangat indah, menyejukkan hati. Suasana pantai sejuk disertai desir angin yang begitu sempurna.
Saya melaksanakan shalat berhadapan langsung dengan bertasbihnya alam, sentuhan suara laut, mengajak siapa pun agar lebih dekat dengan Sang Pencipta.
In sya Allah, melalui niat ibadah, yaitu mentafakuri karunia laut, akan diperoleh pahala (yakni meningkatkan iman dan takwa), serta berbagai inspirasi yang dapat dipetik dari hikmah tafakur ini.
Jarak sekitar 2 meter dari air laut
Jujur saya, kalau cuaca gerah maka konsentrasi hilang, namun Alhamdulillah suasana di sini sangat nyaman. Tidak panas, juga tidak dingin. Suara debur ombak sangat dekat, seperti di samping telinga. Pandangan keluar, menembus tirai tenda yang transparan menghadap ke laut. Bintang-bintang mulai bermunculan, berpadu dengan buih putih lautan.
Sebagai bukti syukur, saya membuka mushaf Al-Quran, melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran untuk menggenapi karunia indahnya penciptaan lautan. Tak terasa satu juz selesai dibaca.
Saya lupa tidak membawa air minum tawar, hanya membawa air manis. Saat haus, mendadak saya hanya ingin air tawar, tidak mau yang manis. Padahal biasanya minum air manis. Nah di saat inilah saya merasa bahwa minum air putih benar-benar merupakan suatu kebutuhan.
Saya tersadar betapa saya sangat membutuhkan air putih, tidak memerlukan minuman manis yang selama ini menjadi minuman favorit.
Kejadian ini merupakan muhasabah (interospeksi diri) betapa minum air putih harus diutamakan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, sebab hal itu sangat dibutuhkan tubuh.
Hari sudah malam. Saya lihat jam tangan menunjukan jam 21.00 WIB. Di Pulau Tidung Kecil tidak ada pedagang, maklum di tengah hutan.
Akhirnya, saya putuskan untuk berjalan kaki menuju Pulau Tidung Besar untuk sekedar membeli air minum. Saya berangkat meninggalkan tenda. Menyusuri hutan di pulau kecil itu, meski berjalan di hutan namun penerangan lampu cukup bagus. Jalanan pun bagus memakai paving, Lebar jalan sekitar 1,5 meter.
Kemudian saya menyeberang jembatan yang sangat panjang, yang menghubungkan Pulau Tidung Kecil dengan Pulau Tidung Besar. Perjalanan ditempuh selama sekitar 30 menit.
Di sepanjang jembatan itu ada beberapa orang yang snorkling, terlihat cahaya lampu senter semburat di laut sekitar jembatan.
Pemandangan di jembatan itu indah, meski jembatannya panjang namun dihiasi oleh lampu di kiri kanannya sehingga wisatawan pun nyaman menikmati jembatan di malam hari.
Saat sampai di P Tidung Besar, banyak kantin dijumpai. Saya langsung membeli air minum ukuran besar dua buah. Awalnya mau sekalian beli roti, namun tidak tersedia, yang tersedia hanya biskuit dan sejenisnya.
Setelah membeli bahan kebutuhan, saya kembali ke tenda sekitar jam 22.00 WIB. Perjalanan pulang pergi dari Pulau Tidung Kecil ke Pulau Tidung Besar sekitar satu jam dengan berjalan kaki.
Momen ini adalah kunjungan pertama saya ke Pulau Tidung. Saya langsung berkesan camping di Pulau Tidung Kecil, lokasinya sebelah timur-utara pulau tersebut (sebagaimana arahan Petugas).
Jam 23.15 WIB, saya duduk ditemani bisikan air laut. Dari kejauhan terdengar suara tasbihnya debur ombak. Pasir putih terlihat meski malam telah larut. Seolah ingin menemani malam saya.
Ombak laut terus berbisik agar saya tersadar tentang hakikat hidup ini, agar menjadi seorang hamba yang berbakti kepada-Nya. Ya Allah bimbinglah saya yang sering teledor dari titah dan amanah-Mu.
Yang saya cari selama ini adalah ide-ide, hidayah dan aplikasi dari hidayah. Mendatangi wahana yang alami akan lebih memudahkan memperoleh ide segar.
Jam 01.20 WIB terdengar gemericik air hujan mengenai pepohonan, tetesannya mulai mengenai tenda. saya ganti tirai transparan dengan tirai tenda agar air tidak masuk.
Suara air hujan dari langit berkolaborasi dengan suara air laut menambah kesannya malam itu. In sya Allah dengan turunnya hujan, Allah turunkan hidayah, ilham, taufik, dan barokah, Amin.
Teringat siang tadi, di saat saya masih kesana kemari survey mencari tempat yang cocok untuk camping, sempat hopeless bahwa saya tidak bisa menulis di Pulau Tidung, mungkin hal itu dipengaruhi lelah dan belum adanya gambaran dimana akan camping sehingga berpengaruh kepada semangat menulis.
Teringat ketika mengantuk saat survey tadi siang, ketika menemukan tempat duduk panjang di Jembatan Cinta, saya langsung tertidur pulas. Ketika bangun, Alhamdulillah badan menjadi fresh, dan setelah saya menemukan tempat camping mendadak mood menulis muncul kembali.
********
Fajar menyingsing. Malam akan berganti siang. Sebagai tanda syukur, hamba diperintahkan melaksanakan Shalat Subuh dan bertasbih.
Saat dinihari, kehadiran siang dirindukan. Memberi pesan bahwa siang itu adalah karunia sebagaimana karunia-karunia yang lain dimana manusia sering tidak menyadarinya. Nelayan beriringan menuju lautan untuk mencari nafkah sebagai mata pencaharian mereka.
Matahari mulai menerangi langit. Demikian juga lautan. Matahari muncul membawa kehangatan dan harapan bahwa di hari ini akan ada karya yang lebih baik lagi.
Pagi hari, hembusan angin sangat menyegarkan.. Keringat yang bercucuran saat jalan pagi terbayar lunas dengan angin pagi pantai yang menyegarkan.
Beningnya air laut seolah menitip pesan pada kita untuk menyampaikan indahnya laut Indonesia kepada anak negeri.
Jam 10.00 (Pagi) tenda dirapihkan.
Beranjak dari P Tidung Kecil dengan berjalan kaki menempuh pantai sebelah utara. Jalanan hutan rapih memakai faving block. Burung-burung mudah ditemukan. Tiba-tiba muncul biawak kecil di jalan kemudian ia langsung lari menjauh.
Sekitar 10 menit berjalan kaki dari lokasi tenda ke ujung Pulau Tidung Kecil. Suasana alam yang tenang, burung bersahutan, angin yang melambaikan daun-daun, dan suara debur ombak berpadu mewujudkan harmoni.
Sesampainya di ujung Pulau Tidung Kecil, saya kembali menyebrangi jembatan menuju Pulau Tidung Besar.
Di jembatan ini, terdapat gazebo memberi kesempatan bagi pengunjung yang ingin bermain air, bersama teman maupun keluarga. Lautnya tidak dalam sehingga aman bagi anak-anak kecil dengan pengawasan orang tua.
Tampak serombongan mahasiswa sedang mengadakan acara. Harapan kita bahwa kunjungan ke laut tidak hanya sekali waktu saja atau hanya sekedar wisata/konsumtif melainkan minat mengeksplor dan memberikan ide kreatif dan produktif agar eksistensi laut Indonesia dikenal luas di kalangan anak bangsa, dan menjadi etalase Indonesia dalam pandangan masyarakat dunia.
Pemerintah pun perlu untuk aktif mempublikasikan kelautan kepada universitas di seluruh Indonesia. Lautan perlu menjadi kajian utama dari kurikulum nasional, selama ini bangsa Indonesia belum menyadari bahwa lautan merupakan identitas bangsa Indonesia.
Di jarak yang lebih dekat perahu wisata sedang melayani rombongan keluarga yang berbahagia. Pengunjung disuguhi permainan air, Banana Boat. Menghibur membelah lautan hijau yang tak bosan-bosannya membuat mata terpesona.
Jembatan Cinta berwarna pink disesuaikan tema. Nama jembatan cinta itu bagus, seyogyanya cinta diluruskan dan dimurnikan, yaitu cinta yang hakiki,
Allah Maha pencipta cinta. Meluruskan niat cinta untuk indahnya kepribadian kita dan indahnya akhlak moral bangsa, serta memperoleh cinta dari pemilik cinta, Allah Taala.
Setelah jalan berkeliling melihat semua sisi pantai pulau tidung, saatnya untuk makan. Kantin tak jauh dari lokasi, pesan kelapa muda dan nasi goreng menu favorit saya.
Untuk moda transportasi dapai memakai jasa sewa sepeda, biayanya Rp 15.000 per hari. Secara geografis, Pulau Tidung memanjang. Tidak begitu lebar, jarak beberapa rumah dari pantai sebelah selatan, akan bertemu dengan pantai sebelah utara.
Dengan mengayuh sepeda dari dermaga, bisa sampai ke jembatan cinta dalam waktu sekitar 5-10 menit. Dengan bersepeda sudah bisa mengelilingi P Tidung dalam waktu yang tidak lama. Kondisi jalan terbuat dari paving.
Mode transportasi lainnya yaitu bentor (modivikasi becak dengan motor). Ongkos disesuaikan. Ongkos di sini sudah distandarkan berdasarkan keputusan dari Kelurahan. Pulau Tidung terdiri dari 3 RW, masing-masing RW terdiri dari 8 RT, berada di bawah Kelurahan Pulau Tidung. Populasinya sekitar 5.000 jiwa.
Laut yang di hadapan biru muda, berpadu hijau. Laut yang lebih jauh tampak biru. Dari kejauhan tampak samar-samar terlihat kapal besar mengarungi lautan.
Melalui kunjungan pertama ini, kesan saya bahwa wisata ke Pulau Tidung tidak sesulit yang dibayangkan. Panorama yang disuguhkan tidak kalah menarik dibandingkan wisata laut di tempat lain yang secara geografis lebih jauh dari Kota Jakarta.
Saya sudah mengelilingi Pulau Tidung kurang dari setengah hari. Tempat camping yang kondusif di Pulau ini sudah diketahui. Ke depannya ada kemungkinan kembali ke Pulau Tidung, atau mengunjungi pulau lainnya. Yang pasti, moda transportasi sudah ada gambaran sehingga kunjungan lainnya lebih terarah dan berkualitas. Telah ada upaya dari pemerintah di dalam mendukung wisata bahari Pulau Tidung namun perlu diperhatikan dari segi kebersihannya.
******
Untuk mengurus kepulangan, perlu dilakukan di pagi hari, sebab kapal tradisional berangkat ke Jakarta sekitar jam 09.00 (satu kali berangkat dalam sehari). Adapun untuk speedboat (biasa disebut predator) berangkat sore hari jam 15.00 WIB. Jam tersebut untuk hari kerja, kalau weekend lebih banyak lagi jam operasional bagi speedboat.
Saya pulang menuju Jakarta dengan naik speedboat jam 15.00 WIB. Speedboat meluncur membelah lautan. Menawarkan panorama laut yang tiada bertepi dan tidak tertandingi ciptaan Illahi Rabbi.
Perjalanan pulang kembali menelusuri lautan sangat indah, menikmati hembusan angin, sesekali buih laut beterbangan menerpa muka seperti mengusap penuh keramahan dan kasih-sayang dari-Nya. Pemandangan sepanjang lautan menyuguhkan kemegahan dan keajaiban penciptaan.
Lautan terus bergerak, berkarya dan senantiasa memberi manfaat sesuai dengan perintah-Nya. Buih-buih laut seperti embun. Kita dapat melihat tasbihnya laut yang begitu besar, kuat, menunjukkan keagungan sang Maha Pencipta.
Saat memandang lautan, tampaklah Indonesia sebagai negara maju. Negara yang berlimpah dengan sumber daya alam. Jika Indonesia miskin, maka negara-negara lain akan terheran-heran.
Luas lautan memberi pesan bahwa rezeki dari Allah amat luas, seluas lautan dengan kedalaman serta kandungannya (laut). Jangan sampai manusia mengambil yang bukan haknya sebab alam yang tersedia pun tak akan habis
Saat kapal melaju kencang, saya merasa telah berada di tengah lautan. Namun tiba-tiba tidak jauh dari kapal ada orang berdiri di laut dengan kedalaman sepinggang. Banyak penumpang kapal terheran-heran. Ternyata, itulah laut di kepulauan seribu, ada laut dalam ada juga yang dangkal.
Sejauh mata memandang yang tampak adalah biru yang membentang. Siapa pun yang memandang akan merasakan kesejukan, kedamaian dan membersihkan pikiran.
Sumber air di bumi yang tidak akan pernah habis, manfaat dari permukaannya yang sangat luas, kandungan di dalamnya yang mampu mencukupi berbagai kebutuhan hidup
Puisi di Laut Kepulauan Seribu
Mengikuti ayunan ombak
Laut yang segar
Debur ombak
Buih putih seperti kapas
Hijau tua bergelombang
Membentuk permata hijau
Burung camar yang menggoda
Bening pesan kejernihan
Laksana aquarium raksasa,
Hembusan suara pengingat tasbih
Kedekatan dengan alam
Sajian Tuhan bagi para penghuni
Mengajak cintai bumi
Pulau Tidung-Jakarta,
Senin-Selasa, 8-9 Juli 2019
===SELESAI===
Penulis:
Dudi Akasyah, M.Si.
Alamat Vila Gading Indah, A2/8, Kelapa Gading, JKT 14240
*) Artikel telah dimuat di Majalah Jalasena, PPAL, TNI AL, Jalasena, Jakarta, Edisi No.1, Tahun X / 2020
Comment